Suap Eks Bupati Kuansing Andi Putra, GM PT AAS Dituntut 3 Tahun Penjara

Sidang suap terhadap Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif, Andi Putra, terkait pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit, digelar Kamis (10/3/2022) | Foto : Istimewa/Riaubisa

Riaubisa.com, Pekanbaru - Sidang suap terhadap Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif, Andi Putra, terkait pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit, digelar Kamis (10/3/2022) dengan agenda tuntutan terhadap General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso.

Pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Meyer Volmar Simanjuntak, menuntut Sudarso dikurung penjara selama 3 tahun, karena terbukti bersalah.

“Menuntut terdakwa Sudarso dengan pidana penjara selama 3 tahun. Dikurangi masa penahanan yang sudah dijalankan,” kata Meyer.

Dalam tuntutannya, Meyer menjelaskan, bahwa Sudarso terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sidang yang diketuai Majelis Hakim Dahlan ini, Meyer melanjutkan, menuntut Sudarso, harus membayar denda sebesar Rp200 juta. Dengan ketentuan, diganti pidana 3 bulan penjara, jika tidak bisa membayar.

Mendengar tuntutan, Penasehat hukum Sudarso menyatakan, mengajukan pembelaan atau pledoi, yang diagendakan digelar pekan depan.

Sesuai dakwaan yang disampaikan JPU KPK, Sudarso disebutkan memberikan suap kepada Bupati Kuansing Andi Putra pada September-Oktober 2021 lalu. 

 

Sejumlah uang yang diberikan, diperuntukkan sebagai pelicin izin HGU kebun sawit PT Adimulia akan berakhir tahun 2024 terhadap tiga sertifikat PT Adimulia Agrolestari yang berada di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir.

Munculnya Sudarso, setelah adanya perintah langsung dari Frank Wijaya selaku Komisaris PT Adimulia Agrolestari sekaligus pemilik (beneficial owner) untuk mengurus perpanjangannya. 

Sebagai informasi, Sudarso sendiri sebelumnya telah mengenal Andi Putra, sejak menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi.

Kemudian, berbekal kedekatan itu, Sudarso mulai melakukan pendekatan di Bulan September 2021. Dengan hasil pertemuan Andi Putra, menyepakati akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan.

Setelah bertemu Andi Putra, Sudarso membawa kabar adanya syarat yang diminta Bupati Nonaktif itu yakni sejumlah uang agar rekomendasi dikeluarkan. Belakangan, Frank Wijaya menyetujui syarat tersebut. 

Setelah disanggupi Frank Wijaya, Andi Putra meminta Rp1,5 milliar untuk mengeluarkan surat rekomendasi pesetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar. 

Sehingga, Sudarso kembali melaporkan kepada Frank Wijaya, yang diiyakan dengan memberikan uang secara bertahap Rp500 juta.

 

Selanjutnya, Sudarso meminta  Syahlevi Andra selaku Kepala Kantor PT AA untuk membawa uang Rp500 juta pada tanggal 27 September 2021 agar dibawa ke rumah terdakwa di Jalan Kartama Gang Nurmalis No 2 RT.002 RW 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. 

Lalu, uang itu diserahkan melalui Syahlevi kepada Andi Putra melalui supirnya Deli Iswanto.

Selanjutnya, Sudarso kembali meminta uang Rp250 juta sesuai permintaan Andi Putra yang diserahkan pada tanggal 18 Oktober 2021, di rumahnya Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.

Sebelum penyerahan ini Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika mendatangi rumah Andi Putra. Namun, setelah dari sana terdakwa tertangkap petugas KPK.

Kemudian, mengetahui orang suruhannya tertangkap. Frank Wijaya uang Rp250 juta itu, disetorkan kembali oleh Syahlevi ke rekening PT Adimulia Agrolestari.

Namun, Sudarso beberapa membantah yang suap itu. Terdakwa berasalan uang itu, sebagai pinjaman dan bukan untuk pengurusan perpanjangan izin HGU lahan sawit di Kuansing.

Terdakwa tidak dapat mengelak, setelah Hakim Dahlan beberapa kali mencecarnya terkait motif penyerahan uang tersebut.

 

Kepada Sudarso, Dahlan menjelaskan, tak enak kalau sebagai perusahaan menolak permintaan seorang pemimpin daerah. Apalagi, perusahaan pasti akan selalu berhubungan dan punya urusan dengan pemda.

Kemudian, Sudarso ditanya apakah motif pemberian uang itu berkaitan dengan urusan perusahaan dan pertimbangan uang diberi agar berdampak pada sesuatu yang diharapkan perusahaan.

Dahlan kemudian bertanya, “Apa yang kalian harapkan dengan memberi uang itu? Apakah terkait dengan urusan perpanjangan HGU?”.

Karena beberapa kali ditanyakan, Sudarso pun tak dapat mengelak dan mengakui adanya suap tersebut agar urusan perusahaan lancar.

“Nah, berarti kan ada sesuatu yang kalian harapkan dengan pemberian uang Rp 500 juta itu. Begitu, kan?” tegas Dahlan. (Hen)