Soal Eksekusi Lahan Desa Gondai Pelalawan, KLHK Diminta Ambil Alih Kasus

EKSEKUSI - Proses Eksekusi Lahan Sawit oleh DLHK beberapa waktu yang lalu di Desa Gondai, Pelalawan, Riau | Ist

Riaubisa.com, Pekanbaru - Pakar Lingkungan, Dr Hengki Firmanda, meminta Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera turun tangan mengambil alih kasus sengketa kebun sawit di Desa Pangkalan Gondai, Langgam, Kabupaten Pelalawan.

Menurutnya, jika persoalan sengketa kebun sawit antara PT Peputra Supra Jaya (PSJ) dan PT Nusa Wana Raya (NWR) berada di kawasan hutan, maka Menteri KLHK Siti Nurbaya seharusnya hadir mengambil alih kasus tersebut.

"Menteri (KLHK) memang harus ikut turun juga jika memang itu kawasan hutan. Kalau memang dia dijadikan oleh negara sebagai kawasan hutan maka ada proses peralihan. Itu kan ada bukti campur tangan negara," kata Hengki, kepada wartawan, Senin (22/3/2021).

Jika perlu, kata Hengki, Presiden Joko Widodo juga mesti ikut campur. Hal ini berdasarkan adanya pernyataan Presiden Jokowi yang akan mengirimkan tim untuk menuntaskan masalah sengketa lahan di Desa Gondai. Itu disampaikan Jokowi pembagian sertifikat tanah beberapa waktu lalu di Riau.

"Pernyataan itukan bukti bahwa Presiden sudah bersikap. Menurut saya negara harus koreksi kembali apakah benar itu kawasan hutan atau bagaimana. Negara harus duduk kembali bersama masyarakat, perusahaan, tokoh masyarakat hingga aparat setempat," jelas Dosen Perdata di Fakultas Hukum Universitas Riau itu.

Hengky menyampaikan, keterlibatan negara juga didasari keluarnya surat SKGR yang dimiliki warga. Ia menilai keluarnya SKGR adalah bukti bahwa lahan tersebut diakui negara terkait kepemilikannya.

"Jika ada SKGR, berarti ada alas dasar kepemilikan. Terlebih lagi jika ada jual beli misalnya, berartikan ada kerugian yang dimunculkan di sana. Jika memang demikian negara memang harus turut andil disitu," ucapnya.

Sebelumnya, Dr Elfiandri juga menilai negara melalui Kementrian Lingkungan Hidup (KLHK) harus hadir untuk mencari solusi dalam penanganan kasus tersebut.

"Seharusnya, negara lewat KLHK hadir di tengah persoalan ini. Sebab ini merupakan tupoksinya. Bukan malah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau," kata Elfiandri.

Menurutnya tupoksi DLHK itu tupoksinya adalah persoalan lahan non hutan. Sedangkan saat ini lahan kebun sawit yang sedang di persoalkan berada dalam kawasan hutan. 

"Saya gak tau kok bisa DLHK dilibatkan dalam eksekusi mewakili negara. Sementara seharusnya ini adalah tupoksi dari KLHK. Harusnya KLHK merespon permasalahan ini," kata dia.

Bagaimana pun, lanjutnya, kehadiran KLHL dalam persoalan ini dengan membawa solusi. Selain itu, Bupati Pelalawan yang baru Zukri Misran juga bisa mengakomodir aspirasi masyarakat.

"Kita berharap Bupati Pelalawan terpilih mengusulkan ke KLHK untuk mengeluarkan lahan itu dari status hutan atau dikonfrensi ke perhutanan sosial atau areal Peruntukan lain (Apel). Sehingga tidak ada yang menjadi korban," jelas Elfiandri.

Sementara terkait keabsahan lahan tersebut, Elfiandri menilai ada dualisme bernegara terjadi di wilayah tersebut. Menurutnya, jika aparatur negara baik camat, kelapa desa telah mengeluarkan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) maka lahan tersebut sah milik warga (petani). 

"SKGR kan diakui negara. Sehingga negara harus mempertimbangkan dengan bijaksana. Terlebih lagi, kebun sawit itu sudah menjadi tulang punggung masyarakat. Kecuali kondisinya lahan baru dibuka, sawit baru ditanam dan belum berbuah bisa lah dilakukan eksekusi," ucapnya.

"Ini masyarakat sudah dimakmurkan oleh kelompok usaha seperti perusahaan-perusahaan ini, maka negara harus hadir dan bijaksana," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, usaha ratusan warga Desa Gondai, yang melawan eksekusi 3.323 hektare lahan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau membuahkan hasil. Pasalnya, Mahkamah Agung menyatakan surat perintah tugas nomor 096/PPLHK/082 tanggal 10 Januari 2020 untuk pengamanan atau eksekusi lahan sawit batal atau tidak sah. 

Putusan Nomor 595 K.TUN/2020 itu sudah disampaikan Mahkamah Agung ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru (PTUN). Amar putusan tersebut sudah disampaikan panitera ke penggugat dan tergugat. 

Dalam putusan itu tertulis penggugat adalah PT Peputra Supra Jaya (PSJ). Perusahaan ini mewakili sejumlah koperasi yang didalamnya ada ratusan warga melawan eksekusi yang dilakukan oleh DLHK (tergugat). 

Seperti diketahui, saat eksekusi pertama seluas 2.000an hektare, lahan kebun sawit tersebut langsung diserahkan ke PT Nusa Wana Raya (NWR) oleh DLHK Riau dan jaksa. Bahkan, lahan yang awalnya ditanami kebun sawit itu kemudian ditanami akasia. PT NWR merupakan perusahaan swasta yang memasok batang akasia ke PT RAPP, group dari APRIL.