Analisis Redaksi

Demi 'Marwah' Lembaga, Sebaiknya Ketua DPRD Pekanbaru Hamdani Mundur

Badan Kehormatan DPRD Pekanbaru menyampaikan rekomendasi pemberhentian Ketua DPRD Pekanbaru, Hamdani. Grafis: RiauBisa.com/ Fauzan

RiauBisa.com - Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Pekanbaru telah mengumumkan rekomendasi pemberhentian Ketua DPRD Pekanbaru, Hamdani pada Senin (26/10/2021) malam lalu. Pengumuman disampaikan lewat sidang paripurna, forum tertinggi di lembaga perwakilan rakyat tersebut.

Sepekan setelahnya, BK kembali menggelar konferensi pers, Senin (1/1/2021). Kepada media, BK membeberkan latar belakang, temuan dan hasil kerjanya secara agak terbatas. 

BK menyatakan telah menerima pengaduan dari sebanyak 12 orang yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Hamdani. BK juga sudah menggali keterangan dari belasan orang untuk mendalami pengaduan tersebut, plus dua ahli yang merupakan pakar hukum tata dan negara dan konstitusi.

Ketua BK DPRD Pekanbaru, Ruslan Tarigan menyebut kalau pihaknya telah mengupayakan mediasi terkait aduan dugaan pelanggaran kode etik Hamdani. Termasuk mengundang Hamdani dalam persidangan di BK. 

Kedua tawaran tersebut menurut Ruslan Tarigan sebagai instrumen dalam memenuhi hak Hamdani selaku teradu/ terlapor. Namun dua kali kesempatan tersebut diberikan, Hamdani menurut Ruslan Tarigan tak mau menggunakannya. Alhasil, BK pun melanjutkan sidang pemeriksaan pokok aduan.

Meski dua dari lima anggota BK memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion), tapi keputusan voting diambil oleh BK. Hasilnya, BK menyatakan kalau Hamdani terbukti melakukan pelanggaran. Tak tanggung-tanggung, BK menyebut pelanggaran Hamdani dilakukan terhadap tiga hal: sumpah dan janji jabatan, kode etik dan tata tertib DPRD.

Dua anggota BK yang menyampaikan dissenting opinion yakni anggota BK dari Fraksi PKS dan Hanura.

Perang opini pecah pasca-BK mengumumkan hasil kerjanya di forum paripurna. Sejumlah pihak menyebut BK tidak memiliki kewenangan menyampaikan rekomendasi pemberhentian terhadap Hamdani. 

 

Pada sisi lain, PKS sebagai partai tempat Hamdani bernaung melawan hasil kerja BK tersebut. PKS menyebut hasil kerja dan rekomendasi BK tidak sah. Partai yang kini berubah warna menjadi orange ini bersikukuh mempertahankan Hamdani sebagai pucuk pimpinan di DPRD Kota Pekanbaru. PKS mungkin saja ngotot karena ini menyangkut marwah partai.

BK memang tak bisa dilepaskan dan sarat akan muatan politik. Itu sudah pasti karena memang DPRD sendiri adalah lembaga politik. Tentu semuanya terkait politik, tidak tak bisa dinafikan.

Lepas dari pro kontra tersebut, kenyataan tetaplah menjadi kenyataan. Publik bisa melihat bahwa soliditas DPRD secara kelembagaan terbilang rapuh.

Sisi lain, publik juga bisa menyimpulkan legitimasi politik Hamdani sebagai Ketua DPRD Pekanbaru sudah remuk. Sesama koleganya sendiri, setidaknya mayoritas fraksi di DPRD bisa disebut tak lagi 'sreg' dengan Hamdani. 

Kepemimpinan Hamdani secara politik menjadi lemah. Mantan Presiden Mahasiswa Universitas Riau ini kehilangan kepercayaan dari para anggota Dewan.

Rekomendasi BK memperkuat sinyalemen dimana  beberapa bulan lalu, sejumlah anggota DPRD menyatakan mosi tak percaya. Mereka keluar ruangan sidang saat Hamdani memimpin rapat paripurna. Ini drama perih dan pukulan telak.

Secara politik, posisi Hamdani sudah tak lagi kuat. Serba salah mempertahankan Hamdani di kursi Ketua DPRD Pekanbaru. Jika ini dibiarkan, maka 'status quo' akan terus berlanjut. Rakyat yang akan rugi.

Apalagi, BK juga mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Hamdani. Wakil Ketua BK, Pangkat Purba menyatakan kalau Hamdani pernah diperiksa penyidik pidana khusus Kejari Pekanbaru.

Bahkan Hamdani disebut telah mengembalikan uang sebesar Rp 375 juta. Uang itu diduga adalah penerimaan dari tunjangan kendaraan dinas sebagai ketua DPRD. Padahal, Hamdani saban hari menggunakan fasilitas mobil dinas. Seharusnya ia tak boleh lagi menerima tunjangan kendaraan dinas itu, tapi mengapa ia ambil juga?

Citra Hamdani pun menjadi rusak dengan kasus tersebut. Tentu saja hanya aparat penegak hukum yang bisa membuktikan dan menyeret perkara tersebut. Publik pun menunggu proses hukum, jika ditemukan alat bukti yang cukup. Agar hukum tidak tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

Adalah hak PKS untuk menentukan posisi Hamdani sebagai Ketua DPRD Pekanbaru. Namun semestinya PKS juga membaca 'tanda-tanda alam' tersebut.

Sederhana sebenarnya. Cukup mengganti Hamdani dengan anggota Fraksi PKS lain yang ada di DPRD Pekanbaru. Masalah kursi Ketua DPRD Pekanbaru itu akan selesai. 

Agar Hamdani bisa berfokus pada hal lain. Dugaan kasus tipikor itu akan menyita waktunya. Demi 'marwah' DPRD, sebaiknya Hamdani mundur saja. (Raya Desmawanto)